21 Desember 2012

Soleman Siregar, Imam Hidayat*

Pendahuluan
Teologi sebagaimana yang dikatakan oleh Harun Nasution, adalah membahas ajaran-ajaran dasar dari sesuatu agama. Setiap orang ingin menyelami seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat, yang tidak mudah diombang-ambing oleh predaran zaman.[1] Istilah teologi ini biasanya lebih dikenal dalam ilmu tauhid atau juga ilmu kalam. Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang keesan Tuhan dalam pandangan Islam.

3 April 2012

Kenapa Harus Bershalawat

Ibnu Rusyd*
 
Kita sebagai manusia yang mengaku beriman dan berislam sudah semestinya cinta sama Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Coba dibayangkan, seandainya bukan karena usaha dan doa Kanjeng Nabi, ya sudah pasti kita sekarang gak ketahuan tongkrongannya. Kita sudah sepakat kok, bahwa apa yang kita sebut sebagai ajaran Islam ini, sebagai petunjuk hidup ini, yang membuat hidup kita semua lebih baik, ya awalnya dari Kanjeng Nabi itu sendiri. Kalau mau dipikir, ya kita ini ga tahu diri kalo tidak mau bershalawat pada Kanjeng Nabi. Shalawat itu kan bentuk rasa cinta kita kepada Kanjeng Nabi, ya sama kalau kita cinta pada seseorang, terus kita sebut-sebut namanya, kita ingat-ingat orangnya, ya begitu pula kalau kita cinta sama Kanjeng Nabi.

Tapi toh cinta itu adanya dalam hati, tak ada yang tahu kecuali si pencinta sama Tuhan. Banyak manusia yang mengaku cinta sama Kanjeng Nabi, tapi yo cuma di mulut saja. Sementara kita kan tahu, ucapan tanpa kenyataan ya cuma bualan, munafik kata lainnya. Tapi tak usahlah diurus. Kita saling mendoakan saja, semoga yang belum paham menjadi paham, yang paham menjadi tambah paham kalau dia harusnya sadar harus mesti tawadhu dengan pengetahuannya.

Shalawat itu bukan cuma buat nunjukkin rasa cinta sama Kanjeng Nabi, tapi ada yang lebih fundamen lagi. Begini. Kita ini cuma manusia biasa, yang ga punya apa-apa kecuali apa yang sudah dikasih sama Tuhan. Kita mesti sadar, hidup tak bakal lama, mungkin satu dua menit lagi kematian berkunjung. Kalau sudah mati mau apa, mau ngandelin apa. Amal kita tidak ada apa-apanya kalau mau dibandingkan dengan rahmat Allah buat kita. Terus ketika hari penghisaban nanti, kita mau masuk surga. Ngandelin opo. Itu dia gunanya shalawat.

Shalawat itu kita selaku wong, gondelan klambine Kanjeng Nabi, biar kita selamat. Nah mata-mata yang lagi pada baca nih paham tak apa itu gondelan klambine Kanjeng Nabi. Ini artinya, kita sebagai manusia, ya manut, ya ikut ya nurut, pegangan sama bajunya Kanjeng Nabi. Ya begitulah shalawat, biar kita bisa dapat syafaat. Cara dapetinnya ya ikut, sama Kanjeng Nabi.

Kita semua sadarlah kita ini tidak bisa diandelin, ya ga punya apa-apa kok. Kanjeng Nabi Muhammad pernah cerita, suatu ketika, ada seorang hamba Allah, yang hidup sendirian di tengah-tengah pulau kosong, yang ada di tengah samudera. Di pulau kecil itu, Cuma ada si hamba, satu sungai sama satu pohon. Kerjaan si hamba itu tiap hari Cuma ibadah saja, sujud sama Allah, taat sama Allah. Kalau haus ya tinggal minum dari sungai. Kalau lapar buahnya jatuh sendiri dari pohon. Suatu ketika si hamba yang taat ini, wafat. Trus, sudah sampai hari perhitungan, amalannya selama hidup ditimbang. Kemudian Allah perintahkan kepada malaikat untuk menanyakan padanya satu hal. Tanyakan kepada si hamba-Ku itu, karena apa dia masuk surga? Pas ditanya dia bilang, “karena semua amal-ibadahku”. Kemudian Allah bilang ke malaikat, “lemparkan dia ke neraka”. Si hamba protes, “kenapa saya masuk neraka, kan selama hidupku saya hanya pakai ibadah buat Kamu.” Allah tanya lagi, “kenapa kau masuk ke surga?” si hamba masih ngasih jawaban yang sama. Maka Allah berkata,” kau masuk surga karena rahmat-Ku” nah si hamba masih ngotot sama amal ibadahnya. Akhirnya Allah memerintahkan malaikat untuk menimbang amal ibadahnya seumur hidup dengan satu nikmat bola mata. Dan ternyata lebih berat nikmat melihat itu dari pada amalnya selama ini. Lalu Allah melanjutkan, “Tahukah kamu, siapakah yang menciptakan kamu, kemudian meletakkan kamu sendirian di sebuah pulau, tapi tidak meninggalkanmu terlunta. Siapa yang menumbuhkan untukmu satu buah pohon yang setiap hari berbuah. Siapa yang mengalirkan sungai untukmu di tengah-tengah asinnya air samudera. Itu semua adalah rahmatku.” Maka si hamba pun mengaku, pas ditanya terakhir kali, karena apa dia masuk surga, dia menjawab “semua karena rahmat-Mu ya Allah.” Maka kata Allah, masukkan dia ke dalam surga-Ku.”

Begitulah, semoga kita semakin sadar setiap hari. Ya sekali-kali kita merenung memikirkan kehidupan ini, jangan terlalu terlena dimainkan sama dunia. Dunia ini tidak ada apa-apanya, dibandingkan dengan nikmatnya bisa menatap wajah Kanjeng Nabi kelak.

*Mahasiswa Ilmu Agama Islam 2010, Universitas Negeri Jakarta.

Demonstrasi : Solusi ataui Polusi?

Adhitya Ramadhanto*
 
Turunkan BBM! Turunkan BBM ! Itulah kata yang selalu terdengar di setiap jutaan pasang telinga masyarakat Indonesia. Dengan menyerukan penolakan kenaikan BBM yang dicanangkan oleh pemerintah menimbulkan kontroversi di setiap elemen masyarakat. Ditambah lagi dengan kaum terpelajar yaitu mahasiswa mulai menampakan sikap penolakan terhadap kebijakan pemerintah. Dan akhirnya mencuatlah sikap menentang  kebijakan pemerintah dengan aksi demonstrasi dan orasi  di berbagai wilayah Nusantara dengan semboyan:  Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia!

Mahasiswa sebagai agent of change yang membawa perubahan suatu bangsa menuju yang lebih baik adalah cita-cita bersama. Patut disadari dan dicermati terhadap sikap pemerintah dengan mengambil kebijakan kenaikan BBM apakah suatu langkah tepat atau justru menambah kesengsaraan rakyat? Sebuah pertanyaan yang harus direnungkan bersama baik pemerintah maupun semua elemen masyarakat. Dari dasar pertanyaan di atas mahasiswa berdiri di barisan paling depan dengan membawa misi perjuangan untuk ditegakannya keadilan dan kepentingan rakyat kecil. Namun sebuah konsep yang membawa nilai-nilai keadilan haruslah didampingi oleh tindakan yang berkeadilan pula, sebab suatu nilai yang baik harus ditempuh oleh cara yang baik pula.

27 Maret 2012 isu demo besar-besaran mahasiswa mencuat di kalangan mahasiswa. Banyak sms beredar di telepon genggam dengan ajakan turun aksi dalam demo besar-besaran tersebut. Ada sebagian mahasiswa yang  bersemangat dan ada pula yang biasa saja menanggapi sms tersebut. Namun itulah dinamika sosial yang terjadi di kampus, ada yang pro dan ada yang kontra. Tapi kita tidak perlu menyikapi dinamika tersebut, yang harus kita sikapi adalah peran mahasiswa dalam penyampaian aspirasi. Apakah tindakan mahasiswa memang benar-benar sesuai dengan undang-undang atau justru melanggar undang-undang?
Kalau kita cermati secara seksama fungsi demonstrasi banyak sisi manfaatnya. Selain daripada menyampaikan aspirasi rakyat, demonstrasi juga sekaligus mengingatkan pemimpin yang berbuat dzholim atau menyengsarakan rakyat. Kasus korupsi yang banyak terjadi di indonesia, kebijakan pemerintah yang menambah kesengsaraan rakyat, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Belum lagi baru saja kita lihat kemarin di televisi mengenai sidang paripurna di DPR sungguh malu dan geram melihat sikap wakil rakyat yang seperti kekanak-kanakan. Memang alangkah lucunya negeri ini, seperti judul di film bioskop 21 jika kita sadari seksama kasus diatas .

Kembali lagi ke topik awal berkaitan demonstrasi, demonstrasi solusi atau polusi sih ? kalau menurut hemat saya demonstrasi sama halnya dengan sebuah pisau. Bermanfaat dan merugikan, tidak lepas dengan si pemegang pisau, apakah dia seorang juru masak, atau justru seorang pembunuh? Demonstrasi bisa dikatakan solusi jika caranya baik, dan polusi jika cara penyampaianya buruk. Dikatakan baik jika tidak ada yang dirugikan, dan dikatakan buruk jika banyak yang dirugikan. Namun semua huruf yang menjadi kalimat diatas merupakan sebuah opini dari sang penulis yang hingga kini masih mengembara di negeri penuh misteri. Mungkin ada sebuah syair sebagai penutup tulisan sederhana ini.

Mau dibawa kemana Tinta merah darah para pejuang?
Mau dibawa kemana Teriakan seorang ibu yang terkulai lemas?
Mau dibawa kemana Hamparan emas penuh derita?
Dan Mau dibawa kemana negara ini ??

Jawabnya ada dihatimu wahai pejuang muda!!
Berjuanglah karena cinta, bersabarlah karena ikhlas, dan bersemangatlah karena impianmu
Dan haruslah semua itu karena Allah wahai pembawa perubahan!

*Mahasiswa Ilmu Agama Islam 2010, Universitas Negeri Jakarta.

2 April 2012

Banyak Bertanya Bukan Kritis

Ibnu Rusyd*

Dari Mughirah bin Syu’bah Ra beliau berkata: Aku mendengar Nabi Saw bersabda; Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiga perkara pada kalian yaitu; 1) Banyak bicara ( yang tidak bermanfaat ), 2) Menghambur-hamburkan harta, dan 3) Banyak bertanya. ( HR. Bukhari dan Muslim )

Dalam hadits lain ditegaskan; Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena mereka banyak bertanya dan membantah nabi-nabi mereka.       ( HR. Bukhari dan Muslim )

Pelajaran yang bisa diambil dari hadits Rasul Saw diatas, terutama tentang bagian banyak bertanya adalah sebagai berikut. Ketika seorang manusia mengaku sebagai seorang muslim, atau dia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sudah semestinyalah dia menerima dengan penuh ketaatan kepada perintah dan segala hal yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Inilah yang dilakukan oleh generasi awal Islam yang hidup bersama Rasulullah Saw. Dikarenakan mereka beriman seutuhnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka selalu menaati perintah Rasul Saw. Dan tidak ada satupun perintah Allah dan Rasul-Nya, melainkan demi kebaikan umat manusia.

Kemudian, sebagaimana yang disebutkan oleh hadits yang kedua bahwa, kehancuran yang menimpa umat-umat sebelum umat Islam adalah karena mereka banyak bertanya dan membantah nabi-nabi mereka. Ya, setiap datang perintah dari Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, mereka menanggapinya dengan banyak bertanya, yang sebenarnya bukanlah pertanyaan yang perlu. Dan pertanyaan mereka, pada ujungnya hanya membawa mereka pada sikap membantah perintah Allah dan Rasul-Nya, alias tidak melaksanakannya.

Sebagaimana tersebut diatas, banyak bertanya yang dimaksud adalah, banyak menanyakan sesuatu yang tidak penting. Pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tak perlu ditanyakan. Yang nantinya hanya akan menyulitkan diri mereka sendiri. Ini sama sekali bukan sikap yang baik.

Yang menjadi maksud hadits diatas adalah, ketika datang perintah dari Allah dan Rasul-Nya, maka, didasari kepada iman kepada Allah dan Rasul-Nya, kita menerimanya. Ketika perintah itu datang, maka kita memperhatikannya dengan seksama dengan tujuan menaatinya. Inilah yang dimaksud dengan perkataan سمعنا و اطعنا  ( kami mendengar dan kami taat ). Dalam kata lain, ketika datang perintah Allah dan Rasul-Nya, maka kita menyimaknya dan memperhatikannya, dan menaati perintah itu. Bukan hanya sekadar mendengar, lalu berlalu begitu saja, tanpa berujung ketaatan. Hal yang biasa terjadi pada umat yang banyak bertanya hal-hal yang tidak perlu adalah, karena mereka tak menyimak apa yang diperintah kepada mereka. Kemudian karena kebodohan mereka, ditambah kesombongan mereka, kemudian mereka pun tidak menaati perintah tersebut.

Namun ini bukanlah berarti dilarang bersikap kritis. Dalam hal ini perlu dikoreksi pengertian kritis. Sifat kritis itu bukan hanya sekadar banyak bertanya. Ini bukanlah kritis. Kritis itu adalah sifat meneliti dengan seksama, mencoba memahami sedalam-dalamnya terhadap suatu hal. Namun caranya bukan banyak berkata-kata, bertanya-tanya. Bertanya dilakukan pada tempatnya. Setelah buntu dalam memahami, dan setelah tidak ditemukan lagi jawaban-jawaban yang lengkap.

Di sini perlu diingat bahwa, ketika menghadapi urusan-urusan agama, bahkan dalam semua urusan. Janganlah mengedepankan hawa nafsu. Jangan memperturutkan kemauan sendiri, yang ujungnya hanya akan membawa kepada kehancuran. Hal itulah yang dilakukan umat-umat terdahulu ketika mereka tidak mau menaati Rasul mereka, dikarenakan mereka selalu memperturutkan hawa nafsunya, dan enggan untuk patuh kepada Allah dan Rasul-Nya.

*Mahasiswa Ilmu Agama Islam 2010, Universitas Negeri Jakarta.

Beginilah Kelakuan Mahasiswa Sekarang

Ibnu Rusyd*

Beginilah kelakuan mahasiswa-mahasiswi di Universitas Negeri Jakarta. Hampir setiap hari selalu begini. Bermaksud untuk menyeberang jalan, padahal sudah ada jembatan penyeberangan, namun tetap nekat nyeberang lewat bawah. Foto-foto ini kami ambil dari atas jembatan penyeberangan tersebut, yang menempel dengan halte busway UNJ. Mungkin dalam pandangan sebagian (banyak atau sedikit, tak taulah) mahasiswa-mahasiswi tersebut dengan menyeberang lewat bawah, alias tanpa lewat jembatan dulu, lebih cepat dan efisien. Padahal bahaya yang mengintai dan keselamatan para penyeberang liar itu jauh lebih penting untuk diperhatikan dan didahulukan. Bukan hanya itu, sebagaimana yang kami ambil dalam gambar, jalan raya alias protokol Pemuda itu. ditengah-tengahnya ada jalur busway. Coba bayangkan, dengan terburu-buru menyeberang untuk menghindari mobil, malah “bertatap muka” dengan busway yang melaju kencang. Sungguh murah harga nyawa dan keselamatan.

Mungkin bukan masalah besar kalau pelakunya itu orang umum alias awam. Toh cara berpikir kalangan yang satu ini jauh lebih pendek. Tapi, ini mahasiswa. Calon-calon sarjana, malahan calon-calon guru (ingat UNJ, dulunya IKIP kampus pencetak guru). Bukankah mahasiswa seharusnya punya pikiran yang logis dan lurus. Resiko menyeberang lewat bawah jembatan itu bahaya sekali. Sekali kehilangan nyawa maka tak bisa dapat lagi, walau dicari di mal sekalipun. Lagipula, ada peraturan lalu lintas yang harus benar-benar dipatuhi. Dibuatkan jembatan ya untuk digunakan menyeberang, tidak ada zebracross ya jangan menyeberang. Beginilah para calon sarjana dan guru-guru kita.

Kita hanya takut dan khawatir akan pepatah yang jadi kenyataan. Guru kencing berdiri murid kencing berlari. Kalau-kalau benar mahasiswa-mahasiswi ini nanti jadi guru (ya, memang itukan tujuan masuk UNJ), dan kebiasaan buruk ini masih lestari, bayangkan apa yang akan terjadi dengan murid-muridnya. Mungkin murid-muridnya akan menyeberang lewat bawah jembatan sambil tutup mata (ya janganlah).

So, mari sudahilah budaya ini. Ingat, budaya itu tercipta dari kebiasaan. Sebagian bangsa di dunia ini punya budaya yang buruk, karena mereka biasa melakukan itu. Sebagian lagi baik, karena memang itu kebiasaan mereka. Kalau bangsa kita apa? Bagaimana budaya kita, bagaimana kebiasaan kita. Elit penguasa sibuk dengan partainya, sibuk dengan kursinya. Datang ke tempat kerja, duduk dan berlagak mengurus rakyat, tapi lihat hasilnya, bagus tidak..?!!! Elit pengusaha sibuk mendatangkan barang  impor, petani dan pedagang dalam negeri kebakaran jenggot. Sekarang mahasiswa sebagai elit pendidikan tinggi malah ikut-ikutan buat kebiasaan buruk. Alangkah anehnya negeri ini. Padahal sudah digaji, masih juga korupsi. Padahal anak negeri, malah lebih memilih barang luar negeri. Padahal ada jembatan, tapi tetap nekat lewat jalanan.

*Mahasiswa Ilmu Agama Islam 2010, Universitas Negeri Jakarta.