Oleh Soleman Siregar
Selasa, 19 Maret 2013 merupakan waktu yang tidak terlupakan bagi forum cendekiaksi.
Tiap detik, menit, jam, dan hari telah berjalan, maka pada waktu itu juga akan
menjadi sejarah dan awal perjalanan forum cendekiAksi. Suatu bentuk yang akan
menjadi sejarah itu adalah formalisasi dari acara launching forum cendekiAksi
yang dilaksanakan di Ruang Serba Guna FIS UNJ oleh teman-teman Jurusan Ilmu
Agama Islam. “Islam dalam Multi Perspektif: Merekatkan Persamaan dan Mengikis
Perbedaan”, itulah judul dari acara launching forum cendekiAksi yang sangat
menarik untuk didiskusikan bersama, mengingat suatu realita bahwa umat itu
beragam. Tuhan bisa saja menciptakan seluruh umat manusia satu, tapi kenyataannya
adalah tidak, melainkan sangat beragam dan penuh perbedaan.
Ajaran Islam dalam perkembangannya sangat beragam dan multi perspektif,
begitulah kira-kira makna yang bisa ditangkap dari pesan-pesan yang disampaikan
oleh Abd Moqsith Ghazali selaku pembicara pada acara launching forum cendekiAksi.
Seperti yang diketahui bahwa berbicara Islam, maka berbicara Al-Qur’an dan
Al-Hadis. Suatu fakta bahwa dalam perkembangannya terdapat ajaran-ajaran Islam
seperti tafsir, fiqih, teologi, tasawuf, dan lain sebagainya. Ajaran-ajaran
Islam ini ada karena keharusan atau implikasi wajib dari pemahaman Al-Qur’an
dan Al-Hadis.
Maka dari itu, dalam perkembangannya juga ada Islam konservatif, seperti model
Wahhabi, NII, dan HTI. Ada juga Islam tengah, seperti kaum sunni, atau Islam
yang ada dikalangan pesantren. Sampai kepada Islam progresif, seperti Islam
Liberal, NU, dan sebagainya. Setiap dari model-model keislaman yang ada
masing-masing mempunyai jalur standar dari suatu kebenaran tertentu yang
diyakininya. Hal yang sulit untuk dicegah adalah apabila ada suatu kelompok
Islam tertentu dengan mengatasnamakan keyakinan atau kebenarannya mereka
melakukan tindakan anarkis, seperti melakukan pemboman, pembantaian terhadap
kelompok Islam yang lain (kasus Ahamadiyah atau Syiah), tindakan kekerasan, dan
sebagainya. Mereka melakukan itu semua dalam rangka ingin mensucikan umat.
Apabila sudah tertanam niat seperti itu, maka sangat sulit untuk mencegahnya.
Karena biar bagaimanapun itu adalah bentuk suatu keyakinan yang tentu saja
tidak bisa dipaksakan untuk merubahnya.
Untuk itu, keberagaman Islam pun harus dibatasi. Hal yang sekiranya tepat
untuk membatasi keberagaman itu adalah dengan etika kemanusiaan. Artinya, dalam
konteks penerapan suatu keyakinan, tindakan apapun yang dilakukan oleh setiap umat
Muslim bisa dibenarkan menurut pendiriannya, termasuk bentuk kekerasan. Tetapi,
dalam konteks etika kemanusiaan perbuatan atau tindakan seperti kekerasan yang
mengatasnamakan agama itu jelas-jelas harus disalahkan dan ditindaklanjuti sebagai
suatu hukuman. Karena, agama itu suci, dan sesuatu yang suci itu tidak mungkin
mengajarkan bentuk kekerasan, perpecahan umat, dan sebagainya. Tuhan adalah
wujud transendental-suci yang sangat mustahil bagi-Nya bisa memerintahkan suatu
bentuk kejahatan atau kekerasan yang berlawanan dengan etika kemanusiaan.
Dengan demikian, keberagaman yang merupakan hukum alam (sunnatullah),
adalah sesuatu yang harus disyukuri sebagai rahmat. Maka segala bentuk ajaran
Islam haruslah yang dapat menghasilkan rahmat. Disebut sebagai rahmat apabila
didalamnya terdapat kebaikan. Islam menghendaki kebaikan bagi umatnya, maka
secara substansi setiap ajaran Islam adalah ajaran yang mengandung kebaikan.
Dengan kata lain, keberagaman model Islam bisa diterima, apabila didalamnya
mengandung kebaikan, persaudaraan, dan perdamaian.[]
Tuhan Tidak Menciptakan Kita Satu (Sama)