Oleh: Soleman Siregar
Begitu berat terasa program belajar yang dilaksanakan oleh
murid-murid (santri dan mahasiswa) Pondok Pesantren Sulaimaniyah. Dari pagi
hingga malam, mereka terus belajar dan melaksanakan program di ponpes ini
dengan penuh disiplin diri. Muka-muka ngantuk, susah melek, mengisi hari-hari
mereka dalam proses menimba ilmu agama. Sebuah perjuangan hidup yang
menyulitkan untuk di atasi. Berikut ini adalah sebuah tulisan dalam rangka
mencoba untuk memotivasi mereka agar terus bersemangat dalam belajar dan
menimba ilmu agama.
Jika diamati, dapat dikatakan bahwa kelelahan belajar adalah sebuah
syarat dari tercapainya pengalaman spiritual. Sebuah contoh diperlihatkan dari
pengalaman Nabi Muhammad SAW, bahwa beliau ketika menerima wahyu dari Allah SWT
adalah pada saat beliau sedang berkontemplasi (merenung/berfikir panjang).
Sebuah kondisi diri yang tentunya sangat melelahkan bagi Rasulullah.
Perenungan mendalam itu dilakukan oleh Rasulullah itu disebabkan
oleh keadaan bangsa Arab yang sangat buruk, seperti adanya tradisi menyembah
berhala, tardisi tribalisme, fanatisme kesukuan, dan lain-lain. Keadaan bangsa
Arab yang demikian, membuat Rasulullah berfikir panjang tentang bagaimana menciptakan
tradisi yang lebih baik dan bermoral pada bangsa Arab.
Sebuah niat baik yang tulus dari Rasulullah itu, membuatnya
berfikir panjang dan merenung sampai batas maksimal, sampai kemudian wahyu
Allah turun kepadanya, yang membuat Rasul mempunyai ide-ide cemerlang. Artinya,
wahyu Allah (ilham) itu turun pada seseorang tidak dalam keadaan sembarangan,
melainkan pada keadaan-keadaan tertentu dan salah satunya adalah pada saat
seseorang sedang melakukan perenungan mendalam.
Wahyu Allah (ilham) adalah sebuah ide atau pikiran yang sifatnya
abstrak dan hanya dapat dicerna atau dibaca oleh orang-orang tertentu melalui
keadaan elitis atau kondisi ekstase. Untuk mendapat pengalaman ini salah
satunya adalah dengan cara belajar sungguh-sungguh, merenung, dan berfikir,
sehingga ilham atau ide-ide cemerlang dapat turun pada pikiran kita.
Pikiran atau akal manusia adalah salah satu anugerah yang “unik”
dari Allah. Dengan akal pikiran itu, telah membuat manusia berbeda dari sekian
makhluk hidup lainnya. Sehingga, dari akal pikiran terlahirlah ide-ide
cemerlang atau gagasan-gagasan maju dari manusia. Salah satu cara untuk
mendapat gagasan, pikiran, atau ide-ide tersebut adalah dengan mensucikan diri.
Pada dasarnya, ilham itu suci dan abstrak, karena ia berasal dari
sesuatu yang tidak diketahui di antara sesuatu yang paling tidak diketahui dan
berasal dari sesuatu yang suci di antara sesuatu yang paling suci. (al-ghayb
al-aqdas). Karena ilham (akal-pikiran) itu berasal dari sesuatu yang suci, maka
bagi yang ingin memperoleh atau menciptakan suatu gagasan yang baik dan maju
melalui akal tersebut, ia harus berada pada kondisi bersih atau suci pula.
Paralelisme antara ilham (akal-pikiran) yang abstrak itu dengan pra
syarat kesucian diri untuk mendapatkan ide-ide cemerlang dari akal-pikiran
tersebut, membuat orang terus berfikir, berkontemplasi, dan belajar
sungguh-sungguh. Dengan demikian, kelelahan dalam belajar harus disikapi
sebagai proses menuju kondisi ekstase atau proses menuju pengalaman spiritual
seperti pada pengalaman Nabi Muhammad ketika beliau mendapatkan wahyu di gua
hiro.
Kelelahan Belajar sebagai Proses Menuju Kondisi Ekstase