21 Juni 2013

Kepada Yth.                                                                                                                 
Pemimpin Indonesia Bung Karno                                                                                                  
Di tempat

Bangsa Indonesia di muka bumi, dari abad ke abad, dari era ke era, serta dari periode ke periode kehidupannya, telah ratusan kali –entah berapa persisnya-- memperingati kelahiran Bung Karno, yang mereka junjung tinggi dan mereka dekap intim dalam hati karena kemuliaannya.

Setiap masyarakat bangsa Indonesia, setiap kelompok, serta setiap orang  mengagung-agungkanmu ratusan ribu kali. Bung Karno tidak menjadi lapuk oleh panas hujan segala zaman hingga reformasi. Bung Karno dipelihara  namanya di zaman orang bertani, serta di zaman modern ketika kekuatan alat informasi dan komunikasi dijadikan “dewa”.

Tak Ada Matinya
Bung Karno senantiasa hadir kembali, senantiasa lahir dan lahir kembali: memunculkan dirinya dalam setiap konteks pemikiran, manifestasi peradaban dan kebudayaan, serta dalam setiap produk dan ungkapan kemajuan.

Bung Karno tidak pernah mati, kecuali darah daging dan tulang belulangnya yang telah menunggal dengan tanah. Bung Karno yang abadi, yang mengabadi, atau yang menjadi keabadian, dan hari demi hari melintasi di kehidupan kita.

Ah, Bung Karno, Bung Karno. Betapa kami mencintaimu. Betapa hidupmu bertaburan emas permata kemilauan, sehingga luapan cinta kami tak bisa dibendung oleh apa pun.
Aku sangat berterimakasih, sekali


Negeri Kami
Bung Karno, aku sangat paham sekarang kenapa negeri kita tak berlandaskan agama apapun namun lebih bersikap netral.

Coba saja jika saat itu negeri ini berlandaskan Islam, pasti engkau tak mampu mengontrol karena engkau pasti akan tiada. Aku paham karena sudah hidup setelah kau pergi.

Aku melihat dari negara Pakistan hingga provinsi Aceh, itu bukti ketika agama Islam menjadi sebuah sistem politik yang sah, para bapak negaranya tak mampu terus mengontrolnya.  Konsep negara Islam Pakistan yang awalnya digagas oleh Mohammad Iqbal, kini negara itu telah melenceng dari cita-cita pendirinya, mungkin Iqbal akan kecewa melihat Pakistan saat ini. Lalu Aceh yang merupak sebagian dari desa kita –Indonesia Aceh pun belakangan mulai tak ada bedanya dengan negara-negara di timur sana.

Aceh mulai mengurusi hal yang tidak penting, ‘masalah duduk ngangkang, tidak boleh menari perempuannya dan semacam itu. Padahal pendidikan disana masih sangat rendah. Itu bukti !!! Tapi Indonesia yang kau cita-citakan masih tetap terjaga, semoga engkau bangga. Beda ceritanya kalau waktu itu 7 kata tidak di hapuskan pasti Negeri kita tak jauh beda dengan Pakistan itu.

Walaupun di pemimpin yang saat ini masalah-masalah sosial, masalah-masalah seni dan budaya, masalah-masalah politik dan ekonomi, serta masalah-malsalah agama masih tetap ada.

Negarawan Otentik
Zaman telah mengubah kami, kami telah mengubah zaman, namaun kualitas percintaan kami kepadamu tidak kunjung meningkat. Kami telah melalui berbagain era, perkembangan dan kemajuan. Ilmu pengetahuan, dan teknologi kami semakin dahsyat, namun tak diikuti dahsyatnya perwujudan cinta kami kepadamu.

Padahal engkau adalah mujahid yang tak mengenal putus asa dibanding deretan kekalahan-kekalahan kami. Padahal engkau adalah pejuang yang sedemikian gagah perkasa  terhadap godaan benda emas dibandingkan kekaguman tolol kami terhadap hal yang sama.

Padahal engkau adalah penyelamat nilai kemanusiaan. Padahal engkau adalah organisator dan menejer yang penuh keunggulan dibanding ketidaktertataan manusia saat ini. Engkau pembebas kemanusiaan.

Padahal engkau adalah manusia biasa yang sukses menjadi bapak Bangsa dan bapak Bangsa yang sukses menjadi manusia biasa, di hadapan kami. Padahal engkau adalah liberator budak-budak, sementara kami adalah budak-budak yang tak pernah merasa, menyadari, dan tak pernah mengakui, bahwa kami adalah budak-budak.

Di Negeri ini, kami sudah memiliki banyak modal bermacam institusi, yang tak kami punya hanyalah kesediaan, keberanian, dan kerealaan yang sungguh-sungguh untuk mengikuti jejakmu. [] 

Jakarta, 21 Juni 2013
Salam

Imam Hidayat

0 komentar: