Kepada
Yth.
Pemimpin Indonesia Bung Karno
Di tempat
Bangsa Indonesia di muka bumi, dari abad ke abad, dari era ke era,
serta dari periode ke periode kehidupannya, telah ratusan kali –entah berapa
persisnya-- memperingati kelahiran Bung Karno, yang mereka junjung tinggi dan
mereka dekap intim dalam hati karena kemuliaannya.
Setiap masyarakat bangsa Indonesia, setiap kelompok, serta setiap
orang mengagung-agungkanmu ratusan ribu
kali. Bung Karno tidak menjadi lapuk oleh panas hujan segala zaman hingga
reformasi. Bung Karno dipelihara namanya
di zaman orang bertani, serta di zaman modern ketika kekuatan alat informasi
dan komunikasi dijadikan “dewa”.
Tak Ada Matinya
Bung Karno senantiasa hadir kembali, senantiasa lahir dan lahir
kembali: memunculkan dirinya dalam setiap konteks pemikiran, manifestasi
peradaban dan kebudayaan, serta dalam setiap produk dan ungkapan kemajuan.
Bung Karno tidak pernah mati, kecuali darah daging dan tulang
belulangnya yang telah menunggal dengan tanah. Bung Karno yang abadi, yang mengabadi, atau yang menjadi keabadian,
dan hari demi hari melintasi di kehidupan kita.
Ah, Bung Karno, Bung Karno. Betapa kami mencintaimu. Betapa hidupmu
bertaburan emas permata kemilauan, sehingga luapan cinta kami tak bisa
dibendung oleh apa pun.
Aku sangat berterimakasih, sekali
Negeri Kami
Bung Karno, aku sangat paham sekarang kenapa negeri kita tak
berlandaskan agama apapun namun lebih bersikap netral.
Coba saja jika saat itu negeri ini berlandaskan Islam, pasti engkau
tak mampu mengontrol karena engkau pasti akan tiada. Aku paham karena sudah
hidup setelah kau pergi.
Aku melihat dari negara Pakistan hingga provinsi Aceh, itu bukti
ketika agama Islam menjadi sebuah sistem politik yang sah, para bapak negaranya
tak mampu terus mengontrolnya. Konsep
negara Islam Pakistan yang awalnya digagas oleh Mohammad Iqbal, kini negara itu
telah melenceng dari cita-cita pendirinya, mungkin Iqbal akan kecewa melihat
Pakistan saat ini. Lalu Aceh yang merupak sebagian dari desa kita –Indonesia Aceh
pun belakangan mulai tak ada bedanya dengan negara-negara di timur sana.
Aceh mulai mengurusi hal yang tidak penting, ‘masalah duduk
ngangkang, tidak boleh menari perempuannya dan semacam itu. Padahal pendidikan
disana masih sangat rendah. Itu bukti !!! Tapi Indonesia yang kau cita-citakan
masih tetap terjaga, semoga engkau bangga. Beda ceritanya kalau waktu itu 7
kata tidak di hapuskan pasti Negeri kita tak jauh beda dengan Pakistan itu.
Walaupun di pemimpin yang saat ini masalah-masalah sosial, masalah-masalah
seni dan budaya, masalah-masalah politik dan ekonomi, serta masalah-malsalah agama
masih tetap ada.
Negarawan Otentik
Zaman telah mengubah kami, kami telah mengubah zaman, namaun
kualitas percintaan kami kepadamu tidak kunjung meningkat. Kami telah melalui
berbagain era, perkembangan dan kemajuan. Ilmu pengetahuan, dan teknologi kami
semakin dahsyat, namun tak diikuti dahsyatnya perwujudan cinta kami kepadamu.
Padahal engkau adalah mujahid yang tak mengenal putus asa dibanding
deretan kekalahan-kekalahan kami. Padahal engkau adalah pejuang yang sedemikian
gagah perkasa terhadap godaan benda emas
dibandingkan kekaguman tolol kami terhadap hal yang sama.
Padahal engkau adalah penyelamat nilai kemanusiaan. Padahal engkau
adalah organisator dan menejer yang penuh keunggulan dibanding ketidaktertataan
manusia saat ini. Engkau pembebas kemanusiaan.
Padahal engkau adalah manusia biasa yang sukses menjadi bapak
Bangsa dan bapak Bangsa yang sukses menjadi manusia biasa, di hadapan kami.
Padahal engkau adalah liberator budak-budak, sementara kami adalah budak-budak
yang tak pernah merasa, menyadari, dan tak pernah mengakui, bahwa kami adalah
budak-budak.
Di Negeri ini, kami sudah memiliki banyak modal bermacam institusi,
yang tak kami punya hanyalah kesediaan, keberanian, dan kerealaan yang
sungguh-sungguh untuk mengikuti jejakmu. []
Jakarta, 21 Juni 2013
Salam
Imam Hidayat
Negeri Ini Milik Kita Bersama; Surat Kepada Bung Karno